Skip to main content

Desktop Valuation

Mencari informasi di google dengan key word ini hasil yang diperoleh mostly dari pihak/penilai yang menawarkan jasa untuk melaksanakan penilaian properti dengan desktop valuation. Sebagian memang menyebutkan definisi dan sedikit penjelasan. Dari hasil pencarian di web tersebut berasal dari Australia dan Amerika terlepas dari sempurna tidaknya search engine yang digunakan.

Dari informasi di beberapa laman web jika boleh disarikan desktop valuation adalah penilaian properti yang dilaksanakan tanpa melakukan survei pengamatan langsung atas objek penilaian. Penilaian dilakukan oleh Certified Valuer ataupun Registered Appraisal. Para penilai menggunakan data dan informasi yang diberikan oleh si pemberi tugas kemudian melakukan analisis on desk atas data tersebut. Hal ini dimungkinan karena para penilai ini telah memiliki data base yang mencukupi, tentu saja laporan penilaiannya dilengkapi dengan asumsi dan diclaimer yang menjadikan dasar opini nilainya.

Penggunaan desktop valuation ini memang makin berkembang di luar negeri seperti di Amerika dan Australia. Para pemilik properti/land lord yang akan menjual ataupun melakukan sekuritisasi atas asetnya ataupun pihak lender/bank/kreditor mengunakan desktop valuation karena lebih ringan dari segi biaya dan lebih cepat laporan penilaiannya. Dan yang seperti ini biasanya adalah untuk jenis properti residensial yang jenisnya lebih homogen dan sebaran datanya cukup tersedia untuk analisisnya tentu dengan penggunaan metode perbandingan data pasar. Penggunaan desktop valuation untuk properti non residensial pun bisa dilakukan. Seperti yang dilaksanakan oleh APV Valuers & Asset Management, ketika melakukan revaluasi atas barang milik daerah berupa tanah, bangunan serta infrasturktur milik Western Downs Region wilayah Queensland, Australia.

Begitu juga di Amerika meski bukan bagian dari Standar di Uniform Standards of Profesional Appraisal Practice, desktop valuation atau dikenal dengan desktop appraisal dapat dilakukan jika diminta oleh pemohon penilaian sebagaimana disebutkan dalam Advisory Opinion (AO 2) pada USPAP edisi 2016-2017.

Bagaimana di Indonesia ?
Sebagaimana di dalam Standar Penilaian Indonesia edisi 2013 desktop valuation disebutkan dalam SPI 103 “ Penilai dapat diminta untuk melaksanakan Penilaian dari properti tanpa adanya kesempatan untuk melakukan inspeksi yang dianggap mencukupi, (lihat SPI tentang Inspeksi) termasuk dalam hal ini adalah desktop valuation dan atau tanpa cakupan dari informasi yang biasanya teresedia dalam pelaksanaan Penilaian untuk penggunaan resmi. Penilaian tersebut mungkin dibutuhkan hanya sebagai informasi manajemen dan mungkin dilanjutkan dengan dikeluarkannya penugasan untuk menjalankan Penilaian untuk penggunaan resmi” (SPI 103.5.4.1).

Terkait inspeksi atau survei atas objek penilaian di dalam SPI disebutkan “Adanya batas atau pembatasan dalam melakukan inspeksi, penelahaan, penghitungan dan analisis untuk suatu tujuan penilaian harus dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan.  Jika informasi yang relevan tidak tersedia karena kondisi penugasan membatasi inspeksi, penelahaan, penghitungan dan analisis, tetapi penugasan diterima, maka pembatasan dan setiap asumsi atau asumsi khusus yang diperlukan harus dituliskan dalam Lingkup Penugasan. Dalam hal penentuan adanya batasan tingkat kedalaman investigasi, termasuk diperlukannya inspeksi secara sampling sesuai dengan yang diatur pada SPI terkait Inspeksi, maka perlu disepakati dan diketahui pemberi tugas dan harus diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. Tingkat kedalaman investigasi akan mempengaruhi jenis laporan penilaian yang hendak diterbitkan” (SPI 103.5.3.1.9)

Berdasarkan pengalaman dari seorang Penilai dari KJPP di Indonesia pelaksanaan penilaian terbatas atau desktop valuation ini memang masih jarang tetapi tidak menutup kemungkinan dilaksanakan jika akses untuk melakukan inspeksi terbatas (terima kasih bu Astrid).

Bagaimana dengan Laporan Penilaiannya? disebutkan dalam SPI jika penilaian terbatas tidak dapat dipublikasikan selain kepada pemeberi tugas, namun demikian jika penugasan mengharuskan publikasi atas Laporan Penilaian maka Penilai wajib menyertakan kondisi dan asumsi yang digunakan untuk menghasilkan opini nilai.

Untuk format dan bentuk laporannya dalam SPI disebutkan “Laporan Penilaian Terbatas (Restricted atau Performa Style), menyatakan informasi dalam bentuk paparan minimal. Isi laporan biasanya ditentukan oleh Pemberi Tugas yang hanya membutuhkan informasi dinyatakan secara singkat dan biasanya merupakan kombinasi dari pernyataan naratif singkat dan fakta sederhana atau 'bulleted points'. Laporan ini sangat tergantung kepada tingkat kedalaman investigasi dan a sum si yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan;
Dalam penilaian untuk tujuan perpajakan atau tujuan statuta dapat menggunakan bentuk Laporan Penilaian Terbatas atau sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku.” (SPI 105.3.2.2.3).

-referensi bacaan-
1.       Uniform Standards of Profesional Appraisal Practice edisi 2016-2017
2.       Standar Penilaian Indonesia edisi 2013

Comments

Popular posts from this blog

Enaknya Jadi PNS

Hah!!...sambil bengong manggut-manggut baca berita di Kompas hari ini, bayangkan akan ada pengurangan 100.000 orang PNS pertahun. Thus pemerintah akan stop penerimaan ujian PNS mulai tahun depan, glek! Wah khawtir juga nih bisa-bisa kena perampingan. Indonesia merupakan negara berkembang yang jumlah pengangguran yang cukup tinggi , sementara daya serap pasar tenaga kerja sangat kecil. Faktor inilah menjadi salah satu alasan orang untuk menjadi PNS. Seperti saya ini dulu punya cita-cita jadi wartawan, tapi orang tua lebih mengarahkan untuk menjadi PNS.Sebagai orang timur yang katanya menjunjung tinggi adat maka saran orang tua harus saya jalani.Setelah 6 tahun jadi PNS ternyata saran orang tua mulai saya rasakan manfaatnya.Beberapa alasan enaknya jadi PNS menurut saya antara lain : Saya tidak repot cari kerja setelah lulus (maklum saya lulusan sebuah sekolah kedinasan di daerah bintaro); Pendapatan tiap bulan udah pasti (meski masih ngobyek mempertahankan dapur tetap ngebul); Adanya ja

Rp.1.000 trilyun

Siang menjelang sore kemarin saya dapat cerita bahwa "Uang Rp.100.000,- yang ada sekarang adalah uang duplikat". Berikut cerita tentang uang duplikat tersebut : Dahulu saat pemerintah Orde Baru masih berkuasa pernah memberikan order kepada pemerintah Australia untuk mencetak uang pecahan Rp.100.000,- yang jumlahnya Rp.1.000 trilyun (..ck...ck...ck..) Setelah uang itu jadi dan telah dikapalkan ke Indonesia keadaan dalam negeri sedang rame apa yang namanya REFORMASI.Sehingga uang hasil pencetakan belum sempat masuk ke Bank Indonesia.Sampai saat ini uang tersebut masih ada di tangan para Jenderal.Uang tersebut saat ini masih ada di beberapa Pelabuhan di Indonesia.Para Jenderal menahan uang tersebut sebab fee untuk mereka belum dibayarkan, sebesar 2% X Rp.1.000 trilyun, sesuai kesepakatan .Terakhir uang tersebut telah diserahkan ke pihak Bank Indonesia sejumlah Rp.50 trilyun.Sisanya masih disimpan para penguasa (para Jenderal) karena bayaran feenya tidak sesuai dengan kesepakata