Skip to main content

Kenapa Harus NJOP

Nilai jual objek pajak (NJOP) sejatinya adalah dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Tetapi pada kenyataanya NJOP digunakan untuk kepentingan diluar penerimaan pajak. Contoh penggunaan NJOP diluar pajak antara lain :
transaksi jual-beli,
penetapan limit lelang,
Ganti rugi, seperti yang disebutkan dalam pasal 15 ayat 1 point a Peraturan Presiden RI No.65 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI No.36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas :
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau Nilai nyata / sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunujk oleh panitia
Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana disebutkan dalam UU No.21 tahun 1997 j.o. UU No 20 tahun 2000 pasal 6 ayat 3
Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam penentuan NJOP digunakan 3 pendekatan yaitu pendekatan perbandingan data pasar (market comparison approach), pendekatan biaya (cost approach) dan pendekatan pengkapitalisasian pendapatan (income approach).Untuk pelaksanaan penilaian nilai tanah di dapat dari Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) sedangkan nilai bangunan diperoleh dari analisa BOW yang terangkum dalam DBKB (daftar biaya komponen bangunan).Selanjutnya nilai tanah dan bangunan yang telah diperoleh diklasifikasian kedalam kelas-kelas untuk penentuan NJOP.

Terus kenapa harus NJOP dijadikan dasar acuan untuk kepentingan diluar Pajak Bumi dan Bangunan? Saya berpendapat bahwa sampai saat ini belum ada produk hukum (peraturan) atau lembaga (badan hukum) yang mempunyai keputusan untuk nilai / harga tanah.Untuk mengatasinya kiranya perlu ada lemabaga semacam land banking yang mengatur dan menetapkan dasar atas nilai/harga tanah, sehingga didapat kesamaan dan kepastian hukumnya.







Comments

Popular posts from this blog

Desktop Valuation

Mencari informasi di google dengan key word ini hasil yang diperoleh mostly dari pihak/penilai yang menawarkan jasa untuk melaksanakan penilaian properti dengan desktop valuation. Sebagian memang menyebutkan definisi dan sedikit penjelasan. Dari hasil pencarian di web tersebut berasal dari Australia dan Amerika terlepas dari sempurna tidaknya search engine yang digunakan. Dari informasi di beberapa laman web jika boleh disarikan desktop valuation adalah penilaian properti yang dilaksanakan tanpa melakukan survei pengamatan langsung atas objek penilaian. Penilaian dilakukan oleh Certified Valuer ataupun Registered Appraisal . Para penilai menggunakan data dan informasi yang diberikan oleh si pemberi tugas kemudian melakukan analisis on desk atas data tersebut. Hal ini dimungkinan karena para penilai ini telah memiliki data base yang mencukupi, tentu saja laporan penilaiannya dilengkapi dengan asumsi dan diclaimer yang menjadikan dasar opini nilainya. Penggunaan desktop valu...

Bang Thoyib

Wah setelah lama gak ngeblog, ternyata kangen juga! Maklum sekarang pura-pura sibuk. Bulan Juli-Agustus selama 3 minggu dikirim ke Nanggro Aceh Darussalam,kemudian Ramadhan kemarin, sampai tgl 26 september harus gantiin bos "berpusing ke Brunei,Malaysia dan Philipina. Dan sekarang sampai tgl 1 Oktober kembali dikirim selama 3 minggu ke celebes island . Puih cape banget deh, terbayang berapa banyak laporan yang akan dibuat. Ya meski ada enaknya juga jalan-jalan ke tempat yang baru buat nambah pengalaman. Selama di Aceh saya banyak berada di Unsyiah, kemudian di negri tetangga berkutat sekitar perwakilan baik KBRI maupun KJRI, dan sulawesi bermarkas di Polres. Sampe -sampe di tempat kerja dah dapat julukan baru "bang thoyib".

BPKP: Penyimpangan mencapai Rp.6 triliun

Berita tersebut ada di harian Kontan edisi Senin 30 Juni 2008, dengan judul Pengelolaan Kemayoran dan Gelora Menyimpang. Hasil temuan BPKP seperti yang ditulis dalam harian kontan tersebut membuat saya bertanya? Pada alinea pertama:.... Ini terlihat dari hasil sementara audit Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Audit BPKP menemukan ada pengelolaan aset senilai Rp.6 Triliun yang tidak benar. Pertanyaan: Apakah tugas BPKP pada Badan Pengelola Kawasan kemayoran (BPKK) dan Badan pengelola Gelora Bung Karno (GBKK)? inventarisasi aset Barang Milik Negara (BMN) atau mengaudit BPKK dan GBKK? Pada alinea kedua:..., BPKP menemukan ternyata banyak fisik aset di kawasan Kemayoran dan Gelora Bung Karno tidak ada . Pertanyaan: Sudahkah dicek secara seksama langsung ke lapangan? mungkinkah data yang digunakan salah atau tidak up to date ? Pada alinea kelima: ..., BPKP telah mengetahui nilai total di Kawasan Kemayoran dan Gelora Bung Karno. Pertanyaan: Dari mana nilai aset tersebut? Sebagai l...