Skip to main content

MOS....

Mulai senin tanggal 16 juli 2007 adalah hari pertama tahun ajaran baru pendidikan. Meski memasuki tahun ajaran baru tidak harus dimulai dengan sesuatu yang serba baru. Tetapi sebagian masyarakat Indonesia menyambutnya dengan hal-hal yang baru seperti : sepatu, seragam buku, tas dan lain sebagainya.

Dari hari pertama tahun ajaran baru ini saya sering melihat pemandangan yang gak “sedap” Coba bayangkan anak perempuan baru masuk SMU berpenampilan seperti orang gila.Rambut diikat dengan pita warna-warni, memakai kaos kaki yang tidak seragam, memakai kalung dengan untaian permen, tas dari kantong terigu!!! (glek…ck.ck….) Itu yang terlihat entah mungkin masih ada yang lain. Beginikah penampilan seorang yang terpelajar?
Saat saya tanyakan kenapa berpenampilan demikain ? MOS (masa orientasi sekolah) jawabnya. Dulu saat saya pertama kali pakai seragam abu-abu juga sempat mengalami apa yang namanya MOS bedanya cuma nama, saya dulu diwajibkan ikut penataran selama 1 minggu. Tapi penataran, atau MOS itu ternyata hanya nama tapi kegiatannya sama sebagai murid baru diwajibkan menggunakan pakaian yang aneh-aneh.Meski dalam MOS/penataran ada hal-hal yang positif juga.Tapi ya apa mesti harus berpenampilan seperti "orang gila".
Apakah memang MOS itu masuk dalam kurikulum pendidikan? Kalo ada apa benar mereka harus berpenampilan seperti itu?
Mohon bapak, ibu para pejabat di deparetemen pendidikan nasional masalah ini tolong diperhatikan. Masa adik-adik penerus generasi bangsa pada masa awal mereka di sekolah sudah harus diremehkan, dinistakan harkat dan martabat kemanusiannya sedemikian rupa.

Comments

Anonymous said…
mos di sekolah, maupun ospek di kampus, sebenarnya masih perlu lhoo, selain ajang pertama untuk bersosialisasi, mengenal sekolahnya, temennya dll, tapi juga meningkatkan kreatifitas, tp mos/ospeknya janagn ada yg namanya kekerasan/main fisik, pasti akan banyak kenangan yg tak terlupakan pd masa2 itu
Anonymous said…
Hmm...MOS?
menurut saya perlu,bener kata mas traju diatas.wekkeekkk.....
MOS kan buat belajar juga , menghargai waktu,peraturan dan pengorbanan. dan biar cepet beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya yang baru.
Unknown said…
kalau menurut gw seh mos yang gak penting gitu gak perlu! beneran... mos itu gak penting banget... gw juga waktu mos masuk SMA kemarin yang ada sakit lahir bathin. belum lagi keadaan finansial gw bener2 memburuk! belum lagi dipermalukan sama kakak-kakak kelas yang seenak udel nyuruh kita2 joget di tengah lapangan. gak ada manfaatnya.

walaupun memang sih berkesan. :-/ tapi kan berkesan penderitaan wahahahaha. lagipula tetep ajalah. mau di mos atau engga, yang namanya junior juga tetep aja ada yang ngelunjak atau belagu sama seniornya dan ada juga yang biasa2 aja.. :)

kalaupun mau juga, mendingan bikin lebih bermanfaat dan jelas tujuannya... gak disuruh dandan kayak orang gila kamu sebutkan tadi hihihi..

*ihh.. komentar apa posting sih si nisa?? maaf ya kalau kepanjangan.. sotoy pulak.. hehe...

*salam kenaaal. :D

Popular posts from this blog

Enaknya Jadi PNS

Hah!!...sambil bengong manggut-manggut baca berita di Kompas hari ini, bayangkan akan ada pengurangan 100.000 orang PNS pertahun. Thus pemerintah akan stop penerimaan ujian PNS mulai tahun depan, glek! Wah khawtir juga nih bisa-bisa kena perampingan. Indonesia merupakan negara berkembang yang jumlah pengangguran yang cukup tinggi , sementara daya serap pasar tenaga kerja sangat kecil. Faktor inilah menjadi salah satu alasan orang untuk menjadi PNS. Seperti saya ini dulu punya cita-cita jadi wartawan, tapi orang tua lebih mengarahkan untuk menjadi PNS.Sebagai orang timur yang katanya menjunjung tinggi adat maka saran orang tua harus saya jalani.Setelah 6 tahun jadi PNS ternyata saran orang tua mulai saya rasakan manfaatnya.Beberapa alasan enaknya jadi PNS menurut saya antara lain : Saya tidak repot cari kerja setelah lulus (maklum saya lulusan sebuah sekolah kedinasan di daerah bintaro); Pendapatan tiap bulan udah pasti (meski masih ngobyek mempertahankan dapur tetap ngebul); Adanya ja

Rp.1.000 trilyun

Siang menjelang sore kemarin saya dapat cerita bahwa "Uang Rp.100.000,- yang ada sekarang adalah uang duplikat". Berikut cerita tentang uang duplikat tersebut : Dahulu saat pemerintah Orde Baru masih berkuasa pernah memberikan order kepada pemerintah Australia untuk mencetak uang pecahan Rp.100.000,- yang jumlahnya Rp.1.000 trilyun (..ck...ck...ck..) Setelah uang itu jadi dan telah dikapalkan ke Indonesia keadaan dalam negeri sedang rame apa yang namanya REFORMASI.Sehingga uang hasil pencetakan belum sempat masuk ke Bank Indonesia.Sampai saat ini uang tersebut masih ada di tangan para Jenderal.Uang tersebut saat ini masih ada di beberapa Pelabuhan di Indonesia.Para Jenderal menahan uang tersebut sebab fee untuk mereka belum dibayarkan, sebesar 2% X Rp.1.000 trilyun, sesuai kesepakatan .Terakhir uang tersebut telah diserahkan ke pihak Bank Indonesia sejumlah Rp.50 trilyun.Sisanya masih disimpan para penguasa (para Jenderal) karena bayaran feenya tidak sesuai dengan kesepakata

Desktop Valuation

Mencari informasi di google dengan key word ini hasil yang diperoleh mostly dari pihak/penilai yang menawarkan jasa untuk melaksanakan penilaian properti dengan desktop valuation. Sebagian memang menyebutkan definisi dan sedikit penjelasan. Dari hasil pencarian di web tersebut berasal dari Australia dan Amerika terlepas dari sempurna tidaknya search engine yang digunakan. Dari informasi di beberapa laman web jika boleh disarikan desktop valuation adalah penilaian properti yang dilaksanakan tanpa melakukan survei pengamatan langsung atas objek penilaian. Penilaian dilakukan oleh Certified Valuer ataupun Registered Appraisal . Para penilai menggunakan data dan informasi yang diberikan oleh si pemberi tugas kemudian melakukan analisis on desk atas data tersebut. Hal ini dimungkinan karena para penilai ini telah memiliki data base yang mencukupi, tentu saja laporan penilaiannya dilengkapi dengan asumsi dan diclaimer yang menjadikan dasar opini nilainya. Penggunaan desktop valu